Monday, April 15, 2013
Suku Misterius Moro
Suku moro diyakini sebagai suku yang dahulu pernah berdiam di jailolo (halmahera), dibawah kepemimpinan seorang raja yang adil dan bijaksana, kemudian sekitar abad ke lima belas saat portugis masuk ke bumi halmahera, menjajah dan mengambil rempah-rempah, menarik pajak yang sangat tinggi dari warga setempat, mengadu domba hingga terjadilah pergolakan dan perang saudara. Ditengah kecamuk perang saudara, kerajaan jailolo yang dihuni oleh suku moro dibawah perintah sang raja memutuskan untuk melarikan diri ke hutan, setelah lama menghilang ke dalam hutan suku ini diyakini masyarakat halmahera telah gaib tapi kisah interaksi masyarakat setempat dengan suku moro ini masih terdengar hingga saat ini.
Suku moro bukanlah suku terasing yang ada di kepulauan halmahera seperti halnya suku togutil yang menyebar dan berdiam dihutan-hutan kepulauan halmahera seperti di tobelo, kao, dodaga dan wilayah lain dihalmahera, keberadaan suku togotil masih bisa dilacak hingga saat ini, walapun tentu saja tidak mudah bertemu mereka, karena layaknya suku terasing diwilayah lain indonesia suku togutil tidak suka atau tidak mau bertemu dengan orang asing. Mengenai suku moro sendiri ada beberapa tetua (pemuka adat atau orang yang dituakan di morotai) yang mengatakan bahwa suku moro adalah penduduk asli pulau morotai, suatu pulau yang berada diujung halmahera utara dan merupakan pulau paling utara dari gugusan kepulauan indonesia, tapi tidak pernah dijelaskan apakah ada hubungan antara suku moro yang misterius dengan suku moro di filipina.
hingga saat ini diyakini perkampungan suku moro masih ada, seperti halnya di morotai desa tempat kelahiran saya, banyak pantangan untuk tidak sembarang menebang pohon atau membunuh binatang karena diyakini pohon atau binatang itu adalah jelmaan dari salah satu suku moro, ada cerita nyata perihal penduduk setempat yang pernah berjumpa dengan suku moro, sebutlah namanya kasim, suatu ketika saat kasim hendak ke ladangnya ia melihat sepasang ular belang, karena takut digigit ular tersebut kasim pun membunuh kedua ekor ular tersebut, tak berapa lama ia mengalami suatu hal yang aneh ia pingsan dan ketika sadar ia telah berada disalah satu rumah yang ternyata rumah itu adalah rumah kepala kampung (lurah), singkat cerita ternyata kedua ekor ular yang ia bunuh tersebut adalah jelmaan dari warga suku moro, setelah meminta maaf atas ketidak tahuannya, sang kepala desa suku moro mengijinkan kasim untuk kembali ke dunia nyata, kemudian kepala desa meminta kasim untuk membawa satu rangkai buah pinang berwarna kuning (yang telah masak) dan satu rangkai buah pinang berwarna hijau (masih muda/belum masak), tapi kasim menolak dengan alasan di kampungnya juga banyak terdapat buah pinang, demi menghormati sang kepala desa ia mangambil sebiji buah pinang berwarna hijau, tak lama sang kepala desa membawa kasim kesebuah telaga diperintahkannya kasim untuk membasuh muka, setelah membasuh muka kasim telah berada di tempat semula ia membunuh ke dua ekor ular tadi, pulanglah ia ke rumahnya, betapa kagetnya ketika ia temukan keluarganya sedang memperingati tujuh hari kematiannya, tujuh hari lamanya ia tidak kembali dan keluarganya meyakini ia telah mati, kasim pun menceritakan hal yang ia alami, sejurus kemudian kasim mengeluarkan buah pinang berwarna hijau dari kepala desa suku moro, betapa kagetnya karena buah pinang yang ada ditangannya kini berubah menjadi sebongkah perak berbentuk buah pinang.
Cerita tentang warga muslim yang mendapat bantuan dari suku moro tatkala terjadinya perang antar agama di pulau halmahera lebih dari sepuluh tahun yang lalu juga banyak beredar di masyarakat. Terlepas dari benar atau tidaknya cerita diatas keberadaan suku moro perlu mendapat penelitian lebih jauh dan perlunya mengurai benang merah antara keberadaan suku moro di filipina dengan suku moro di halmahera serta keberadaan pulau dengan nama morotai apakah semua ada hubungannya atau hanya suatu kebetulan belaka, menjadi suatu tantangan tersendiri untuk mengetahui sejarah dan kebenarannya demi langgengnya adat istiadat serta menambah khasanah kebudayaan bangsa.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment