Afrika
sesungguhnya benua amat kaya. Tanahnya mengandung berjibun batu mulia.
Tapi, karena kurangnya pengawasan, berlian-berlian Afrika menjadi sumber
dana konflik horizontal. Berlian tersebut pun berlumur darah. Itulah
berlian darah (blood diamond).
MEDIO 1990-an Sierra Leone membara. Negeri di pantai barat Afrika itu dihajar perang saudara. Milisi pemberontak bertempur habis-habisan. Mereka melawan pasukan pemerintah. Perang begitu keji. Pembunuhan dan mutilasi ada di mana-mana. Pemerkosaan menjadi jamak. Pasukan pemberontak bertindak beringas. Mereka memotong tangan orang-orang agar si korban tak bisa mencoblos dalam pemilu. Dalam suasana kacau-balau itu, Solomon Vandy, seorang nelayan, tertangkap pasukan pemberontak. Dia dijadikan budak untuk menambang berlian. Berlian tersebut akan dijadikan duit untuk dana perang. Berlian darah.
Vandy memang akhirnya lepas dari jerat pasukan biadab tersebut. Dia lari bersama Danny Archer, warga kulit putih kelahiran Zimbabwe, yang juga kerap membeli berlian mentah dari pasukan pemberontak. Vandy bisa lari ke London dan menemukan keluarganya yang tercerai-berai.
Itu memang cuplikan film Blood Diamond yang dibintangi Leonardo diCaprio dan Djimon Hounsou pada 1996. Tapi, film itu bukan sekadar fiksi. Latar belakang konflik di Sierra Leone benar-benar nyata. Kon*flik yang sekarang ini menyeret Charles Taylor, mantan presiden Liberia, ke Mahkamah Khusus Internasional di Den Hag, Belanda. Konflik yang bertabur berlian darah.
***
Kasus itu kian ramai karena Naomi Campbell ikut-ikutan terseret. Supermodel itu diduga menerima sekantong berlian mentah dari Charles Taylor setelah jamuan makan malam di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 1997.
Motif Taylor, yaitu memberikan berlian mentah kepada Campbell, masih terus ditelusuri hingga sekarang. Tapi, mengapa mantan panglima milisi itu memilih untuk memberikan sekantong berlian mentah daripada sekotak perhiasan kepada model asal Inggris tersebut? S.E. Smith dari punya jawabannya. “Bagi bekas pimpinan pemberontak seperti dia, berlian darah merupakan harta paling berharga,” tulisnya pada 8 Juni lalu.
Pada 1989 Taylor kembali ke Liberia setelah menuntaskan studinya di Bentley University (dulu Bentley College). Perguruan tinggi itu terletak di Kota Waltham, Middlesex County, Massachusetts, Amerika Serikat (AS). Begitu pulang ke tanah air, dia lantas didapuk menjadi ketua kelompok pemberontak Front Patriot Nasional untuk Liberia (National Patriotic Front of Liberia). Lewat aktivitas itulah bekas presiden yang kini berusia 62 tahun tersebut mengenal berlian darah.
Berlian darah kadang langsung dibarter dengan senjata atau logistik yang dibutuhkan para teroris dan kelompok pemberontak bersangkutan. Jadi, berlian tersebut tidak perlu diuangkan lebih dahulu.
Selanjutnya, persenjataan yang didapat lewat barter maupun hasil penjualan berlian ilegal tersebut dipakai untuk menyerang musuh. Korban pun berjatuhan. Dari situlah nama berlian darah muncul. “Kasus berlian darah paling sering muncul di Benua Afrika,” tandas Smith. Sejauh ini, tercatat tujuh negara di Afrika sering terlibat konflik berlian darah. Yakni, Liberia, Angola, Sierra Leone, Zimbabwe, Pantai Gading, Republik Kongo, dan Republik Demokratik Kongo (dulu Zaire).
Di mata para pemberontak dan teroris, berlian merupakan mata uang yang paling ideal. “Berlian tidak punya jejak yang bisa dilacak layaknya DNA,” tandas Jack Jolis, konsultan berlian mentah, seperti dilansir Wall Street Journal Selasa lalu (10/8). Bahkan, lanjut dia, untuk melacak asal tambang penghasil berlian pun, para pakar kesulitan. Tapi, satu yang pasti. Jolis menegaskan bahwa sebagian besar berlian Afrika ditambang di negara-negara yang relatif jauh dari konflik. Di antaranya, Botswana, Namibia, dan Afrika Selatan.
Sindikat penyelundup berlian, yang membawa keluar batu-batu mulia dari tambang, beraksi dengan sangat hati-hati. Jaringan mereka pun begitu rapi. Begitu rapinya, diyakini beberapa pemerintahan di Afrika terlibat dalam sindikasi tersebut. Demikian halnya dengan beberapa organisasi pemerintah. Pemerintah Liberia di bawah komando Taylor diduga ikut menikmati hasil transaksi berlian darah dan melindungi kelompok-kelompok teroris dan pemberontak yang terlibat.
Berlian Perlu Sertifikasi
Sebenarnya dunia internasional tidak tinggal diam. Sebagai organisasi terbesar masyarakat global, PBB berjuang keras untuk menghentikan transaksi dan penyelundupan berlian darah. Salah satunya lewat KPCS alias Skema Sertifikasi Proses Kimberley (Kimberley Process Certification Scheme). Per 13 Maret 2002 skema sertifikasi itu disahkan dan menjadi acuan wajib bagi seluruh organisasi, pemerintah, dan produsen berlian di dunia.
Berlian yang dijual bebas di pasaran tanpa melewati proses sertifikasi dianggap ilegal. Sewaktu-waktu lembaga pemerintah atau aparat berwajib bisa menyita berlian tanpa sertifikat karena dikategorikan sebagai berlian darah. Pengajaran kepada masyarakat untuk tidak membeli atau memakai perhiasan yang berasal dari berlian darah juga digalakkan. Di antaranya melalui kampanye Stop Blood Diamonds yang gencar disosialisasikan via internet.
Padahal, berlian darah bukan satu-satunya kasus sosial politik yang serius. Selain berlian darah, ada emas darah, mangan darah, tembaga darah, bahkan pisang darah di Afrika. “Masalahnya bukan pada berdarah atau tidaknya komoditas tersebut, tapi lebih pada pemerintahnya. Hampir semua mineral yang ditambang di Afrika bisa dengan mudah dimanfaatkan kelompok-kelompok ilegal karena longgarnya pengawasan,” tandas Jolis. Dia bahkan menyebut Afrika sebagai gudang mineral darah.
MEDIO 1990-an Sierra Leone membara. Negeri di pantai barat Afrika itu dihajar perang saudara. Milisi pemberontak bertempur habis-habisan. Mereka melawan pasukan pemerintah. Perang begitu keji. Pembunuhan dan mutilasi ada di mana-mana. Pemerkosaan menjadi jamak. Pasukan pemberontak bertindak beringas. Mereka memotong tangan orang-orang agar si korban tak bisa mencoblos dalam pemilu. Dalam suasana kacau-balau itu, Solomon Vandy, seorang nelayan, tertangkap pasukan pemberontak. Dia dijadikan budak untuk menambang berlian. Berlian tersebut akan dijadikan duit untuk dana perang. Berlian darah.
Vandy memang akhirnya lepas dari jerat pasukan biadab tersebut. Dia lari bersama Danny Archer, warga kulit putih kelahiran Zimbabwe, yang juga kerap membeli berlian mentah dari pasukan pemberontak. Vandy bisa lari ke London dan menemukan keluarganya yang tercerai-berai.
Itu memang cuplikan film Blood Diamond yang dibintangi Leonardo diCaprio dan Djimon Hounsou pada 1996. Tapi, film itu bukan sekadar fiksi. Latar belakang konflik di Sierra Leone benar-benar nyata. Kon*flik yang sekarang ini menyeret Charles Taylor, mantan presiden Liberia, ke Mahkamah Khusus Internasional di Den Hag, Belanda. Konflik yang bertabur berlian darah.
***
Kasus itu kian ramai karena Naomi Campbell ikut-ikutan terseret. Supermodel itu diduga menerima sekantong berlian mentah dari Charles Taylor setelah jamuan makan malam di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 1997.
Motif Taylor, yaitu memberikan berlian mentah kepada Campbell, masih terus ditelusuri hingga sekarang. Tapi, mengapa mantan panglima milisi itu memilih untuk memberikan sekantong berlian mentah daripada sekotak perhiasan kepada model asal Inggris tersebut? S.E. Smith dari punya jawabannya. “Bagi bekas pimpinan pemberontak seperti dia, berlian darah merupakan harta paling berharga,” tulisnya pada 8 Juni lalu.
Pada 1989 Taylor kembali ke Liberia setelah menuntaskan studinya di Bentley University (dulu Bentley College). Perguruan tinggi itu terletak di Kota Waltham, Middlesex County, Massachusetts, Amerika Serikat (AS). Begitu pulang ke tanah air, dia lantas didapuk menjadi ketua kelompok pemberontak Front Patriot Nasional untuk Liberia (National Patriotic Front of Liberia). Lewat aktivitas itulah bekas presiden yang kini berusia 62 tahun tersebut mengenal berlian darah.
Berlian darah kadang langsung dibarter dengan senjata atau logistik yang dibutuhkan para teroris dan kelompok pemberontak bersangkutan. Jadi, berlian tersebut tidak perlu diuangkan lebih dahulu.
Selanjutnya, persenjataan yang didapat lewat barter maupun hasil penjualan berlian ilegal tersebut dipakai untuk menyerang musuh. Korban pun berjatuhan. Dari situlah nama berlian darah muncul. “Kasus berlian darah paling sering muncul di Benua Afrika,” tandas Smith. Sejauh ini, tercatat tujuh negara di Afrika sering terlibat konflik berlian darah. Yakni, Liberia, Angola, Sierra Leone, Zimbabwe, Pantai Gading, Republik Kongo, dan Republik Demokratik Kongo (dulu Zaire).
Di mata para pemberontak dan teroris, berlian merupakan mata uang yang paling ideal. “Berlian tidak punya jejak yang bisa dilacak layaknya DNA,” tandas Jack Jolis, konsultan berlian mentah, seperti dilansir Wall Street Journal Selasa lalu (10/8). Bahkan, lanjut dia, untuk melacak asal tambang penghasil berlian pun, para pakar kesulitan. Tapi, satu yang pasti. Jolis menegaskan bahwa sebagian besar berlian Afrika ditambang di negara-negara yang relatif jauh dari konflik. Di antaranya, Botswana, Namibia, dan Afrika Selatan.
Sindikat penyelundup berlian, yang membawa keluar batu-batu mulia dari tambang, beraksi dengan sangat hati-hati. Jaringan mereka pun begitu rapi. Begitu rapinya, diyakini beberapa pemerintahan di Afrika terlibat dalam sindikasi tersebut. Demikian halnya dengan beberapa organisasi pemerintah. Pemerintah Liberia di bawah komando Taylor diduga ikut menikmati hasil transaksi berlian darah dan melindungi kelompok-kelompok teroris dan pemberontak yang terlibat.
Berlian Perlu Sertifikasi
Sebenarnya dunia internasional tidak tinggal diam. Sebagai organisasi terbesar masyarakat global, PBB berjuang keras untuk menghentikan transaksi dan penyelundupan berlian darah. Salah satunya lewat KPCS alias Skema Sertifikasi Proses Kimberley (Kimberley Process Certification Scheme). Per 13 Maret 2002 skema sertifikasi itu disahkan dan menjadi acuan wajib bagi seluruh organisasi, pemerintah, dan produsen berlian di dunia.
Berlian yang dijual bebas di pasaran tanpa melewati proses sertifikasi dianggap ilegal. Sewaktu-waktu lembaga pemerintah atau aparat berwajib bisa menyita berlian tanpa sertifikat karena dikategorikan sebagai berlian darah. Pengajaran kepada masyarakat untuk tidak membeli atau memakai perhiasan yang berasal dari berlian darah juga digalakkan. Di antaranya melalui kampanye Stop Blood Diamonds yang gencar disosialisasikan via internet.
Padahal, berlian darah bukan satu-satunya kasus sosial politik yang serius. Selain berlian darah, ada emas darah, mangan darah, tembaga darah, bahkan pisang darah di Afrika. “Masalahnya bukan pada berdarah atau tidaknya komoditas tersebut, tapi lebih pada pemerintahnya. Hampir semua mineral yang ditambang di Afrika bisa dengan mudah dimanfaatkan kelompok-kelompok ilegal karena longgarnya pengawasan,” tandas Jolis. Dia bahkan menyebut Afrika sebagai gudang mineral darah.
No comments:
Post a Comment